Siang tadi aku belajar kelompok bersama Arel yang sejatinya adalah teman sekelasku. Pertemuan kami adalah untuk membahas tugas-tugas yang telah dikasihkan oleh Pak Indar kemarin. Aku menunggunya di meja bundar di bawah pohon depan laboratorium kelas bahasa. Bruk. Seorang siswi yang tanpa ku tahu namanya membuang sampah tidak di tempatnya. Di selokan. Selokan kecil yang dekat dengan pohon itu. Ku dekati dia.
Mbak,
sudahkah kamu mencintai alam?, tanyaku dengan senyum tipis diwajah.
“sudah,
memang kenapa?” jawab siswi itu yang mungkin adalah anak bahasa.
Oh
sudah cinta ya.. tapi kalo sudah cinta pasti tidak membuat sesuatu di selokan
yang menyebabkan air selokan itu tersumbat dan macet. Jawabku dengan pelan
dengan maksud untuk membuatnya sadar. Tapi tidak.
“loh,
biarin. Emang apa urusan dengan kamu. Kenal juga enggak. Emang ini selokan
kamu?”
Aku
hanya diam. Anak seperti ini jika diladenin omongannya pasti akan merebet ke
hal yang tak penting. Aku hanya menghela nafas panjang. Ternyata masih ada saja
yang bersikap dan berperilaku seperti ini. Hari ini aku gagal menyadarkan satu
orang itu. Ku abaikan dan berlalu darinya. Ku lihat dari jauh Arel telah Nampak
meluncur ke sini.
Dua jam aku berdiskusi dengan Arel
membahas tugas-tugas itu. Ku lanjutkan langkah kakiku ke selokan tadi yang
sempat terkontaminasi oleh sampah. Ku punguti sampah-sampah itu ke atas yang
tepatnya di atas rumput hijau segar meski sedikit layu karena terik sang surya.
Ku masukan sampah-sampah itu kedalam kantong kresek hitam yang ku temukan di
kantong tas bekas beli buku di took minggu lalu. Sedikit jijik memang memungut
sampah yang telah basah terkena air selokan yang warnanya hitam pekat dan
berbau. Ingin rasanya muntah. Ternyata cukup banyak sampah yang dia buang.
Akhirnya aku menghabiskan siang setengah soreku habis dengan sampah selokan.
Hujan
merintik kecil diatas atap yang terbuat dari tanah liat. Ku sendu dalam balutan
dingin rindu. Semilir nafas hidup yang
ku hirup sampai detik. Mulia sang pemberi hidup. Agung sang pencipta alam.
Termenung di pojok ruangan dengan jendela terbuka. Sambil menyaksikan keindahan
taman bunga disamping rumah. Menikmati setiap hembusan angin yang masuk
melewati jendela. Tuhan begitu kaya. Memberi air tanpa harga, mengaliri sawah,
sungai, pegunungan tanpa henti. Menyiramkan air kedalam sela hausku. Gratis,
apa yang Tuhan berikan gratis. Lingkungan, tanah, bumi yang bulat tanpa sedikit
cacat, Tuhan ciptakan untuk hamba-Nya. Tanah, setia di pijak, injak olehku.
Mungkin jika ia bias berbicara, ia akan mengatakan “aku lelah di injak-injak
oleh manusia dan apalagi yang hanya mengerukku saja” mungkin, itu pun jika
tanah bisa berbicara. Alam, bumi, lingkungan tiga teman yang selalu akan ku
lindungi. Bukan hanya sekarang ketika ku menyandang sebagi duta pelajar cinta alam.
Tapi sebelumnya aku memang belajar untuk mencintai mereka tetapi setelah
menjadi duta aku pun banyak belajar ilmu dari kegiatan itu. Aku berjanji akan
menyelamatkan alam, bumi, lingkungan karena mereka telah memberiku hidup yang
indah. Dengan menikmati segala ciptaan Tuhan yang ada di bumiku, bumi kita,
bumi Tuhan.
Sore
berlalu, malam menikam dengan angin dingin yang menghunus tulang belulangku.
Besok sabtu, acara penghijauan. Ku pergi ke halaman depan untuk melihat pohon
apa yang sekiranya pantas untuk ku bawa besok.
“kamu
lagi ngapain nak?” sahut amaq[1] dari
dalam jendela kamar depan.
Aku
lagi mau milih pohon yang akan ku bawa besok untuk penghijauan.
Amaq
hanya tersenyum dan menutup gorden dengan rapat. Akhirnya ku pilih pohon manga.
Tentu pohon manga kan juga daunnya lebat. Gumamku. Pasti akan menghasilkan
banyak oksigen dan sekolahku akan rindang dan sejuk. Aku masuk kedalam rumah
dengan sempoyongan karena sudah mengantuk akibat siangnya aku tak tidur.
Ku langkahkan kakiku tepat pukul
setengah tujuh dari bale[2]. Ku
gotong dengan kedua tanganku pohon mangga yang tingginya hanya seleherku. Hanya
lima menit waktu yang ku tempuh dari bale sampe sekolah. Cukup dekat memang. Ku
taruh pohon yang ku bawa di samping kursi tempat dudukku. Teman-teman rupanya
banyak yang membawa pohon mangga muda yang tingginya pun hamper sama denganku.
Acara penghijauan ini diadakan setiap 2 bulan sekali. Karena sekolah kami masih
tergolong sekolah baru. Untuk itu masih belum banyak pohon yang tumbuh. Ku lirik
keluar kelas. Anak itu lagi. Dia lagi, membuang sampah di selokan depan kran
taman kelasku. Ku hampiri dia.
kau
tak ada sedihnya menodai selokan itu dengan sampahmu. Apa kau kira sekolah kita
kekurangan tong sampah? tanyaku dengan sensi.
“eh
gak ada urusannya sama lo ya. Gue tau lo Dersa kan yang kepilih jadi duta alam itu
kan. Udah deh gausah ngatur” jawabnya ketus.
Ku
berganti nada, ku dekati dia. Ku katakan lagi padanya. Mungkin jika aku halus,
dia pasti akan luluh.
Iya.
Maaf tadi omonganku mungkin agak kasar. Iya aku memang duta pelajar cinta alam.
Aku dari kelas sebelah Ipa dua. Aku hanya ingin mengingatkan kamu saja. Kamu
tahu ketika kamu membuang sampah diselokan. Apa kamu tidak iba pada selokan
itu. Selokan yang seharusnya airnya mengalir tiba-tiba tersumbat gara-gara
sampah yang setiap hari kau buang. Apa kau tak pernah membayangkan, jika kau
menjadi selokan? Aku sedang tidak membandingkan manusia dengan selokan. Hanya
saja kita harus tahu, bahwa selokan pasti akan marah dan menangis ketika kau kotori,
kau campuri dengan sampahmu. Kita itu sebagai pelajar. Berkewajiban menjaga dan
melestarikan lingkungan. Memakai sumberdaya alam seperlunya. Dan menghemat
listrik dimalam hari. Maaf bicara terlalu panjang.
Aku berlalu meninggalkannya. Karena
bel telah berbunyi yang artinya semua siswa harus ada dikelasnya masing-masing.
Jam delapan penghijauan sekolah dimulai. Aku bersama seluruh penghuni kelas dan
penghuni sekolah berbondong-bondong menuju area penghijauan yang telah
diberitahukan sewaktu dikelas. Saat melintas tepat didepan selokan, aku melihat
anak itu sedang membersihkan sampah-sampah yang dibuangnya. Sungguh, indah
pemandangan itu. Dia tersenyum padaku. Mungkin ucapan terimakasih. Aku pun
membalasnya dengan senyum terindahku. Jari kelingkingku telah menyatu dengan
jari alam. Karenanya aku berjanji untuk menjaga dan melestarikan.
Juara 2 lomba cerpen di page Fb Smart School 04 Januari 2014
Tidak ada komentar
Posting Komentar