Tulisan ini hanya sebagai media, melegakan perasaan. Sebab, jika terus dipendam, suatu saat akan meledak, seperti bom waktu. Jadi, saya lebih memilih menulis dan menyimpannya di rumah–blog.
Tahun 2023, tidak terasa sudah sampai pada bulan terakhir–Desember. Bulan yang saya tahu, banyak duka, menguras air mata, dan menguras perasaan. Di bulan paling akhir dalam masehi ini, saya harus merasakan bab kehidupan paling berat–bab kehilangan.
Siapa pun tidak akan siapa dengan kehilangan. Setiap orang, pasti akan merasakan, menjadi yang ditinggalkan, atau yang pergi meninggalkan. Semua akan mengalami, meski entah kapan. Tapi, satu yang pasti, kita akan merasakannya.
Begitu pun, saya. Pada bab kehidupan paling berat–bab kehilangan, saya harus mengikhlaskan mama yang telah memilih untuk berhenti berjuang dengan sakitnya. Bukan memilih, maaf. Lebih tepatnya, garis takdirnya di dunia telah mencapai garis finis.
Saya dipaksa ikhlas oleh orang-orang, karena katanya, mama saya akan merasakan berat. Baik, saat itu saya merasakan ikhlas dan tidak ikhlas dalam satu waktu. Apa itu wajar? Beberapa orang mewajarkan hal tersebut ketika saya menanyakannya setelah beberapa hari mama dimakamkan. Sebagian lainnya, hanya bilang, ikhlaskan mama, sebab yang dibutuhkan sekarang adalah ikhlas beserta doa-doa dari keluarga.
Sulit untuk memulai dan melangkah saat salah satu orang paling kita sayangi, yang bertemu setiap hari, hanya berpisah saat saya bekerja atau saat mama pergi kondangan atau menengok cucu bersama Bapak. Sudah jelas, kami selalu bertemu, dan bersama. Jarang rasanya, terpisah berhari-hari. Dan sekalinya berpisah, untuk selamanya.
Setelah kehilangan itu, saya harus beradaptasi kembali untuk menerima, bahwa mama sudah tidak akan pernah hadir kembali di tengah-tengah kami. Senyuman mama hanya ada dalam ingat saja. Suara-suara mama saat meminta saya menaruh kecambah yang banyak pada setiap sayuran hijau yang mama masak, itu tidak akan ada lagi. Suara mama saat saya tidak lekas bangun untuk mengambil air wudu'. Suara mama saat hendak pamit akan pergi kondangan, atau sekadar pergi menengok Mbah Putri. Semua hal tentang mama, sudah menjadi kaset kenangan, yang hanya bisa diputar di otak. Beruntung, memori yang saya miliki tidak terbatas. Jadi, saya bisa mengingat segala hal tentang mama.
Bab kehilangan menjadi bab kehidupan yang berat bagi saya. 10 Desember nanti, mama telah dua tahun pergi. Saya akan merayakan kehilangan mama saya. Merayakannya bukan dengan kesedihan lagi, yapi dengan doa-doa dan harapan, agar mama senantiasa diberikan tempat paling mulia oleh Allah SWT, dan dalam keadaan husnul khatimah.
Dan setelah tanggal 10 Desember nanti, saya berharap, tidak ada lagi air mata, yang ada hanya ikhlas dan doa. Saya juga berterima kasih pada Allah SWT, masih memberi saya seorang Bapak yang kasih dan cintanya besar. Sebesar cinta mama. Saya tahu, saya bukan satu-satunya yang paling sedih karena mama pergi, tapi Bapak juga sedih. Saya berdoa, semoga Allah SWT selalu memberikan sehat pada Bapak, pada saya, dan seluruh keluarga saya. Dan memberikan keluasan hati agar selalu ikhlas dalam menerima takdir dari sang Pencipta.
Tidak ada komentar
Posting Komentar