Sebelum kamu membaca ulasanku tentang novel Perempuan di Rumah No 8. Aku harus memberi tahu, bahwa novel yang satu ini beda, dan bagus banget. Isu utama yang diangkat adalah kekerasan dalam rumah tangga. Keep scrolling ya!
Identitas Buku
Judul: Perempuan di Rumah No 8
Nama Penulis: Mutiarini
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: 2024
Tebal: 314 halaman
Harga: 99.000
Rate Umur: 17+
Link pembelian:
Blurb Perempuan di Rumah No 8
Setelah dihajar suaminya sampai keguguran, Anika melarikan diri dari rumah dan mencari tempat persembunyian. Dari rumah aman di Bogor, ia akhirnya mendapatkan pekerjaan baru di Yogyakarta. Di sana, ia menempati rumah kontrakan mungil bernomor delapan yang telah lama kosong.
Tak disangka, rumah itu menyimpan rahasia. Sesosok hantu perempuan berleher patah mengganggu malam-malam Anika. Lambat laun, Anika mengetahui bahwa hantu perempuan bernama Lastri itu pun korban kekerasan dalam rumah tangga seperti dirinya.
Perkenalan Anika dengan Lastri menguatkan tekad untuk menyudahi pernikahannya yang beracun. Anika tak ingin hidupnya berakhir tragis seperti Lastri. Ia juga ingin melepaskan diri dari Reza dan ayah suaminya yang merupakan pejabat berpengaruh.
Berhasilkan Anika membebaskan diri? Bagaimana jika ia justru ditakdirkan menjadi hantu penunggu rumah nomor delapan yang berikutnya?
Review Perempuan di Rumah No 8
Kasus kekerasan dalam rumah tangga sering sekali kita jumpai di tengah masyarakat. Seperti halnya di novel Perempuan di Rumah No 8. Isu yang penulis angkat adalah tentang kasus kekerasan dalam rumah tangga atau biasa disebut KDRT.
Novel Perempuan di Rumah No 8 menceritakan tentang Anika, yang melarikan diri, bersembunyi, setelah ia dihajar habis-habisan oleh suaminya yaitu Reza, hingga menyebabkan kematian pada janin yang dikandungnya. Suami abusif seperti Reza ini menakutkan dan mengerikan sekali. Dan adegan KDRT di novel ini bikin ngilu.
Setelah menjadi korban KDRT suaminya, Anika melarikan diri ke rumah damai, tempat aman yang tidak ada seorang pun akan menemukan Anika. Di sana, Anika memulihkan diri, mencoba menata lagi kehidupannya. Setelah merasa lebih baik, Anika pergi ke Yogyakarta untuk melanjutkan lagi kehidupannya. Di sana, ia mulai kembali karir dari awal. Kasus seperti Anika tentu saja tidak sedikit terjadi di sekitar kita. Anika menjadi salah satu dari sekian banyak perempuan yang bernasib tidak beruntung dalam pernikahannya.
Di Yogyakarta, Anika menempati sebuah rumah no 8. Dia dipertemukan dengan hantu perempuan bernama Lastri sebagai penunggu rumah tersebut yang sama-sama menjadi korban KDRT. Lastri dan rumah no 8 menyimpan banyak sekali cerita dan rahasia, serta fakta-fakta kelam yang akhirnya satu persatu mulai terkuak. Anika dan Lastri seolah terhubung pada satu cerita dan nasib yang sama.
Ceritanya mengalir, tapi emosi yang dibangun oleh penulis sampai sekali. Ide yang diangkat oleh penulis sangat relate dengan kondisi masyarakat kita. Cerita ini fiksi, tapi seolah nyata, karena penulis menyajikan bersama data. Keren banget. Aku sampai browsing, tentang berapa kasus KDRT di Indonesia.
Everything happen for a reason, tokoh-tokoh di novel ini memiliki luka yang sama di masa lalu. Perasaan diabaikan, tidak diinginkan, dilukai secara fisik dan luka itu tertanam, tumbuh, hingga membentuk sikapnya di kemudian hari. Sehingga apa yang mereka terima itu menentukan apa yang akan mereka berikan pada orang lain. Seperti Reza, ia sering menerima perlakuan buruk dari ayahnya sejak kecil bahkan hingga dewasa. Luka-luka batin itu akhirnya membentuk karakter Reza. Ia menjadi pria yang manipulatif, di depan ia punya citra yang baik, tapi sebenarnya ia sering berperilaku kasar.
Stop Normalisasi KDRT
Secara tidak langsung, novel Perempuan di Rumah No 8 ini juga mengajak kita untuk memahami kondisi para korban KDRT. Kebanyakan mereka sering mendapatkan perlakuan yang tidak seharusnya mereka dapatkan. Selain itu, dalam novel ini juga terdapat beberapa tindakan yang bisa kita lakukan apabila mendapatkan tindak kekerasan dalam rumah tangga. Seperti yang dilakukan oleh Anika dan para penyintas lainnya. Antara lain, meminta bantuan orang terdekat. Apabila kedudukan kita adalah sebagai seseorang yang dimintai bantuan, maka sudah seharusnya kita membantu. Jangan sampai kita abai pada kondisi orang-orang yang sedang butuh bantuan kita. Selain itu, apabila ada di antara kita yang menjadi korban KDRT, lebih baik pergi ke tempat yang paling aman, yang dapat memberikan keamanan dan perlindungan. Seperti yang dilakukan oleh Anika, ia pergi ke rumah Damai, untuk memulihkan trauma akibat KDRT yang dilakukan oleh suaminya.
For your information, di novel terbarunya Kak Mutiarini ini, juga memberikan gambaran betapa mengerikannya KDRT, tindakan tersebut yang dilakukan secara brutal, bahkan telah menelan korban jiwa. Perempuan memang sering sekali menjadi objek KDRT, namun, siapa sangka, dalam novel ini membuka mata, bahwa laki-laki juga bisa menjadi korban KDRT. Novel ini anti mainstream banget! Good job untuk Kak Mutiarini yang sudah menulis novel tentang Anika dan para perempuan di novel ini.
Aku merekomendasikan novel ini untuk kamu baca, tidak hanya untuk perempuan saja, novel ini dapat dibaca oleh laki-laki juga. Minimal satu kali seumur hidup kamu baca novel ini.
Untik kategori usia pembaca di novel ini adalah 17+. Jadi bijaklah dalam memilih bacaan yang sesuai.