Adakah yang selalu menghitung berapa hari kepergian seseorang? Barang kali, bukan hanya aku saja. Mengingat kembali, dan menghitung jumlah hari yang kita lalui pertama kali setelah kepergian orang yang kita sayangi. Awalnya sangat berat, siapa yang siap dengan kehilangan?
Tapi, kehidupan harus terus berjalan. Yang paling kuingat, setelah kepergiaannya hari-hari mulai sepi, dua pasang tangan yang biasa kucium sebelum berangkat kerja atau sebelum pergi ke mana-mana, sekarang hanya sepasang tangan saja.
Sambutan-sambutan kecil dari ibu yang biasa kudengar saat hendak masuk ke dalam rumah, mendadak sunyi. Tawa-senyumnya, yang hanya bisa kuputar di dalam ingatan. Aku sudah tak menemukannya lagi pada apa-apa yang ia tinggalkan.
Ibu, aku juga kangen dengan makanan yang ibu masak dengan penuh cinta dan sayang. Sekarang makanan yang serupa sudah bisa kumasak sendiri, meski rasanya pasti beda. Karena pada makanan yang ibu buat, ibu menuang doa yang banyak, menuang harap yang tinggi, menuang cinta yang tak terhingga.
Ibu, hari ini, 1050 hari yang lalu, aku merayakan kepergian ibu dengan air mata yang tak ada ujungnya, hingga berbulan-bulan. Berjalan dengan langkah yang berat, namun aku bisa sampai pada hari ini. Ibu, jika hari pertama kepergianmu, aku hanya merayakannya dengan kesedihan dan air mata yang menetes. Namun, hari ini aku merayakan kepergian ibu, dengan doa-doa yang kulangitkan tanpa henti.
Ibu, aku harap di sana, ibu selalu mekar dengan kebaikan-kebaikan yang ibu tanam selama di dunia, dan semoga selalu terairi dengan untaian doa-doa dari kami yang masih di sini.
Jadikan kehilangan itu sebagai kenangan, yg saat kembali, menghadirkan air mata haru.be brave, hanatt
BalasHapus