Hari ini adalah tanggal 12 November, hari di mana seorang figur ayah menjadi pusat perhatian karena hampir semua orang–di Indonesia– merayakan peran dan keberadaannya. Hari ini, aku ingin menulis tentang Bapak.
Bapak aku yang di tengah. Foto ini saat berada di Turki (Dok. Dari Grup WhatsApp Umrah Azzam Tour) |
Barangkali kamu memanggil Ayah, kalau aku memanggilnya Bapak. Bapak memiliki tempat yang istimewa sama halnya dengan ibu. Bapak, adalah figur super hero di hidupku. Tidak, aku sedang tidak memuji secara berlebihan, tapi memang bapak adalah orang yang selalu mengusahakan dan mengupayakan apapun yang terbaik untukku, dan anak-anaknya yang lain.
Tiga tahun yang lalu, aku tahu, Bapak yang paling patah hati atas kepergian ibu. Bapak pandai sekali menyembunyikan patah hatinya, air matanya, dan raut sedihnya. Bapak pandai sekali menguasai diri agar tetap terlihat tegar. Padahal hatinya sedang patah-patahnya.
Aku melihat betapa besar dan tulus cinta Bapak untuk ibu. Aku ingat betul, hari-hari di mana Bapak selalu menemani ibu periksa, sebab ibu memang paling suka diantar dan ditemani oleh bapak. Hingga sampai pada hari ibu dirawat, dan akhirnya pulang ke rumah paling abadi. Ya, bapak ada di sana. Menemani hingga hari terakhir ibu.
Dulu aku pikir, aku yang paling sedih atas kepergian ibu, tapi ternyata, Bapaklah yang paling sedih, tapi bapak pula yang paling pandai menutupi kesedihannya. Hari-hari setelah kepergian ibu, Bapak dan aku menjalani waktu demi waktu dengan terus beradaptasi bahwa ibu memang sudah tidak bersama kami–raganya.
Bagiku, hari-hari setelah kepergian ibu itu terasa berat. Rasanya ada awan gelap yang selalu mengikuti. Tapi, setelah merenung, aku seharusnya bersyukur, karena Allah masih memberiku seorang Bapak yang baik, dan pengertian.
Bapak, terima kasih karena sejak aku kecil–bahkan sejak aku di dalam kandungan ibu– bapak selalu menyayangi dan mencintaiku dengan baik, dan tulus. Bapak selalu berperan baik, mengajari aku mengaji, hingga aku bisa membaca ayat-ayat al-Quran dengan lancar.
Bapak, terima kasih ya, karena Bapak selalu hadir dan membersamaiku ketika aku kesulitan dalam pelajaran sekolah. Aku ingat betul, ketika aku tidak bisa akuntansi saat kelas satu SMK. Bapak menyemangati, memotivasi, bahwa tidak ada sulit selama kamu berusaha untuk belajar dan menekuninya. Dan ternyata benar, aku masih ingat betul, aku dapat nilai 100 untuk pelajaran akuntansi. Pelan-pelan sejak saat itu, aku mulai mencoba mencintai akuntansi. Meski pada akhirnya aku gagal untuk kuliah di akuntansi, tapi aku tetap bangga, karena jurusan yang aku ambil ada keinginan Bapak di dalamnya. Dan aku menjalaninya dengan senang.
Bapak, terima kasih banyak, ya. Sampai hari ini Bapak masih terus jadi yang pertama paling khawatir kalau aku kenapa-kenapa. Aku ingat betul, saat aku sakit, dan aku tidur terlalu nyenyak, sampai susah sekali dibangunin, dan Bapak mengira aku sudah tidak ada, karena saat itu napasku memelan. Bapak cemas sekali dengan kondisiku.
Bapak, terima kasih banyak, atas doa-doa baik yang selalu dilangitkan setiap saat untukku, dan semoga doa-doa itu dikabulkan oleh Allah.
Bapak, di hari ayah ini, dan di hari-hari selanjutnya, semoga kita masih terus saling berpegang tangan, menjadi keluarga yang baik, dan saling sayang.